Peranan Hukum Perikatan dan Perjanjian


1.    Pengertian Perjanjian
Perjanjian merupakan peristiwa hukum dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan tertentu dan dilakukan secara tertulis. Perjanjian mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan perundang-undangan. Artinya, perjanjian yang dibuat oleh pihak tertentu dapat dijadikan dasar hukum bagi yang membuatnya. Perbedaan dengan perundang-undangan adalah dalam hal bahwa perjanjian hanya berlaku bagi pihak yang membuatnya saja tidak mengikat orang lain atau masyarakat umum, sedangkan perundang-undangan berlaku umum kepada semua pihak yang menjadi subyek pengaturannya.
2.    Syarat-syarat Sahnya Perjanjian
Untuk mengetahui apakah suatu perjanjian adalah sah atau tidak sah, maka perjanjian tersebut harus diuji dengan beberapa syarat. Terdapat 4 syarat keabsahan kontrak yang diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata, yang merupakan syarat pada umumnya, sebagai berikut
A.    Syarat sah yang subyekif berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata.
Disebut dengan syarat subyektif karena berkenaan dengan subyek perjanjian. Konsekuensi apabila tidak terpenuhinya salah satu dari syarat subyektif ini adalah bahwa kontrak tersebut dapat “dapat dibatalkan” atau “dimintakan batal” oleh salah satu pihak yang berkepentingan. Apabila tindakan pembatalan tersebut tidak dilakukan, maka kontrak tetap terjadi dan harus dilaksanakan seperti suatu kontrak yang sah.
1.    Adanya kesepakatan kehendak (Consensus, Agreement)
Dengan syarat kesepakatan kehendak dimaksudkan agar suatu kontrak dianggap saah oleh hukum, kedua belah pihak mesti ada kesesuaian pendapat tentang apa yang diatur oleh kontrak tersebut.
2.    Wenang / Kecakapan berbuat menurut hukum (Capacity)
Syarat wenang berbuat maksudnya adalah bahwa pihak yang melakukan kontrak haruslah orang yang oleh hukum memang berwenang membuat kontrak tersebut.

B.    Syarat sah yang objektif berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata
Disebut dengan syarat objektif karena berkenaan dengan obyek perjanjian. Konsekuensi hukum apabila tidak terpenuhinya salah satu objektif akibatnya adalah kontrak yang dibuat batal demi hukum. Jadi sejak kontrak tersebut dibuat kontrak tersebut telah batal.
1.    Obyek / Perihal tertentu
Dengan syarat perihal tertentu dimaksudkan bahwa suatu kontrak haruslah berkenaan dengan hal yang tertentu, jelas dan dibenarkan oleh hukum. Mengenai hal ini dapat kita temukan dalam pasal 1332 ddan1333 KUH Perdata. Pasal 1332 KUH Perdata menentukan bahwa “Hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu perjanjian”.
2.    Kausa yang diperbolehkan / halal / legal
Maksudnya adalah bahwa suatu kontrak haruslah dibuat dengan maksud / alasan yang sesuai hukum yang berlaku. Jadi tidak boleh dibuat kontrak untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum. Dan isi perjanjian tidak dilarang oleh undang-undang atau tidak bertentangan dengan kesusilaan / ketertiban umum (Pasal 1337 KUH Perdata).

3.    Macam-Macam Perjanjian
            Pada pasal 1319 KUHPdt, perjanjian dibedakan menjadi dua macam yaitu perjanjian bernama (nominaat) dan tidak bernama (innominaat).
1. Kontrak Nominat.
Kontrak nominaat adalah kontrak-kontrak atau perjanjian yang sudah dikenal dalam KUHPdt.  Dalam KUHPdt ada beberapa jenis kontrak nominaat, yaitu:
-       Jual-beli.
-       Tukar-menukar.
-       Sewa-menyewa.
-       Persekutuan perdata.
-       Penitipan barang.
-       Pinjam pakai.
-       Pemberian kuasa
-       Penanggungan utang.
2. Kontrak Inominaat.
Kontrak innominaat. Kontrak innominaat adalah kontrak yang timbul, tumbuh dan hidup dalam masyarakat dan kontrak ini belum dikenal pada saat KUHPdt diundangkan. Hukum kontrak innominaat (spesialis) merupakan bagian dari hukum kontrak (generalis). Beberapa jenis kontrak innominaat:
-       Perjanjian sewa beli.
-       Perjanjian sewa guna (leasing).
-       Perjanjian anjak piutang (factoring).

4.    Perbuatan Melawan Hukum dan force majeur
4.1.        Perbuatan melawan hukum
Pengertian Perbuatan Melawan Hukum Pasal 1365 KUH Perdata  menyatakan  bahwa: “Tiap perbuatan melanggar  hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang  karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”
 Istilah perbuatan melawan hukum dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah  “onrechtmatige daad”  atau dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah  “tort”.Kata“tort”  itu sendiri sebenarnya hanya berarti salah  (wrong).Akan  tetapi, khususnya dalam bidang hukum, kata  tort  berkembang sedemikian rupa  sehingga berarti kesalahan perdata yang bukan berasal wanprestasi. Jadi serupa dengan pengertian perbuatan melawan hukum  (onrechtmatige daad)  dalam sistem hukum Belanda atau di negara-negara Eropa Kontinental  lainnya.  Kata  tort  berasal dari kata latin “torquere”  atau  “tortus”  dalam  bahasa Prancis, seperti kata  wrong  berasal dari  “wrung”, yang berarti  kesalahan atau kerugian (injury).
Ø  Unsur-Unsur Perbuatan Melawan Hukum     
Berdasarkan  uraian  kedua  pasal  tersebut, dapat diperoleh  unsur-unsur  perbuatan melawan hukum  sebagai berikut:
a.    Perbuatan (Daad)
 Kata “perbuatan” meliputi perbuatan positif, yang dalam bahasa Belanda  “nalatigheid”  (kelalaian) atau  “onvoorzigtigheid”  (kurang hati-hati) seperti  ditentukan dalam  Pasal  1366 KUH Perdata
b.    Melawan Hukum (Onrechtmatig)
Melawan hukum adalah perbuatan yang melanggar  hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri yang  diberikan oleh undang-undang. Dengan demikian, melawan hukum  (onrechtmatig) sama dengan melanggar undang-undang  (onwetmatig).  Dengan  tafsiran sempit ini banyak kepentingan masyarakat dirugikan, tetapi tidak dapat menuntut apa-apa.
c.    Kerugian
Kerugian dapat bersifat material atau immaterial. Unsur-unsur kerugian dan  ukuran penilaian ganti kerugian dalam perbuatan melawan hukum dapat  diterapkan secara analogis, dengan demikian  penghitungan ganti kerugian  didasarkan pada kemungkinan adanya unsur biaya, kerugian yang  sesungguhnya, dan keuntungan yang diharapkan (bunga).
d.    Kesalahan
Pasal  1365 KUH Perdata telah membedakan secara tegas pengertian kesalahan  (schuld)  dari pengertian perbuatan melawan hukum. Perbuatannya adalah  melawan hukum, sedangkan kesalahan hanya pada pelakunya.
e.    Hubungan Kausal
Adanya hubungan kausal dapat disimpulkan dari kalimat  Pasal  1365 yang  menyatakan bahwa “... perbuatan yang karena kesalahannya menimbulkan  kerugian.” Kerugian itu harus timbul sebagai akibat dari perbuatan orang itu.  Jika tidak ada perbuatan, tidak ada akibat yaitu kerugian.

4.2.        Force majeur (keadaan memaksa)
a.    Pengertian keadaan memaksa
Istilah keadaan memaksa berasal dari bahasa Inggris, yaitu force majeure, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan overmacht. Keadaan memaksa adalah suatu keadaan ketika debitur tidak dapat melakukan prestasinya kepada, yang disebabkan adanya kejadian yang berada di luar kekuasaannnya, seperti gempa bumi, banjir, tanah longsor, dan lain-lain.
b.    Macam-macam keadaan memaksa
-  Keadaan Memaksa Absolut
Keadaan memaksa absolut adalah suatu keaaan dimana debitur sama sekali tidak dapat memenuhi perutangannya kepada kreditur, oleh karena adanya gempa bumi, banjir bandang, dan adanya lahar.
-  Keadaan Memaksa yang Relatif
Keadaan memaksa yang relatif adalah suatu keadaan yang menyebabkan debitur mungkin untuk melaksanakan prestasinya. Tetapi pelaksanaan prestasi itu harus dilakukan dengan memberikan korban yang besar yang tidak seimbang atau menggunakan kekuatan jiwa yang di luar kemampuan manusia atau kemungkinan tertimpa bahaya kerugian yang sangat besar.
c.    Akibat keadaan memaksa
-  Akibat Keadaan Memaksa Absolut
Ø  Debitur tidak perlu membayar ganti rugi (Pasal 1244 KUH Perdata)
Ø  Kreditur tidak berhak atas pemenuhan prestasi, tetapi sekaligus demi hukum bebas dari kewajibannya untuk menyerahkan kontra prestasi, kecuali untuk yang disebut dalam Pasal 1460 KUH Perdata.
-  Akibat Keadaan Memaksa Relatif
Ø  Beban risiko tidak berubah, terutama pada keadaan memaksa sementara.
Pertanyaan
1.    Jelaskan yang dimaksud kecakapan untuk mengadakan perikatan!
2.    Kata sepakat apakah dikatakan sah apabila dinyatakan dalam perjanjian yang salah satu pihak terpaksa mengatakan sepakat terhadap perjanjian seperti contohnya pernikahan, yang laki-laki sepakat dan yang perempuan sepakat menikah namun terpaksa?
3.    Yang dimaksud perjanjian percuma seperti apa? Contoh pihak A ingin meminjam barang ke pihak B namun di kemudian hari pihak A membatalkan kesepakatan tersebut. Apakah contoh tersebut termasuk melanggar hukum perjanjian atau tidak?

Jawaban
1.    Umumnya mengacu kepada apakah seseorang (subyek hukum) dapat mengadakan hubungan hukum dengan orang atau badan hukum lain. Misalnya, orang yang belum cukup umur atau yang sakit jiwa tidak dapat mengadakan hubungan hukum tertentu. 2. Bila mengacu kepada suatu badan hukum (perusahaan, pemerintah, persekutuan, dsb) ‘kecakapan’ atau 'kapasitas' mengacu kepada kekuasaan atau kewenangan dari organ atau wakilnya untuk mengadakan hubungan hukum atas nama badan hukum tersebut. Misalnya direksi pada umumnya berwenang untuk mewakili perseroan terbatasnya.

2.    Hal tersebut menurut hukum Islam maupun Undang-undang dinyatakan tidak sah karena salah satu pihak menyatakan ketidaksediaannya. Hal tersebut sudah diatur dalam Undang-undang Perkawinan pasal 27 ayat 1.

3.    Pengertian Percuma adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan sesuatu keuntungan kepada pihak yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. Dengan demikian pada perjanjian ini hanya memberikan keuntungan pada satu pihak saja, contohnya : perjanjian pinjam pakai, perjanjian hibah. Pada kasus antara pihak A dan pihak B tersebut melanggar hukum perjanjian karena dari pihak A membatalkan perjanjian sepihak tanpa ada pemberitahuan kepada pihak B

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) dalam Bisnis

KREDIT DAN HUKUM PERJANJIAN JAMINAN

Pajak dan Hukum Perpajakan dalam Bisnis