Konsep Good Corporate Governance dan Corporate Social Responsibility

Nama  : Sugik Prastyo
NIM     : 160321100049
Hukum dan Etika Bisnis

A.   Good Corporate Governance (GCG)
1.1.        Definisi Good Corporate Governance (GCG)
Sebagai sebuah konsep, GCG ternyata tak memiliki definisi tunggal. Komite Cadburry, misalnya, pada tahun 1992 – melalui apa yang dikenal dengan sebutan Cadburry Report – mengeluarkan definisi tersendiri tentang GCG. Menurut Komite Cadburry, GCG adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholders khususnya, dan stakeholders pada umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan pengaturan kewenangan Direktur, manajer, pemegang saham, dan pihak lain yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu.
Di tanah air, secara harfiah, governance kerap diterjemahkan sebagai “pengaturan.” Adapun dalam konteks GCG, governance sering juga disebut “tata pamong”, atau penadbiran – yang terakhir ini, bagi orang awam masih terdengar janggal di telinga. Maklum, istilah itu berasal dari Melayu. Namun tampaknya secara umum di kalangan pebisnis, istilah GCG diartikan tata kelola perusahaan, meskipun masih rancu dengan terminologi manajemen. Masih diperlukan kajian untuk mencari istilah yang tepat dalam bahasan Indonesia yang benar.

1.2.        Prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG)
Sebagai sebuah sistem, proses, struktur dan aturan yang memberikan suatu nilai tambah bagi perusahaan, Good Corporate Governance memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.    Keadilan (Fairness)
Keadilan adalah kesetaran perlakuan dari perusahaan terhadap pihak-pihak yang berkepentingan sesuai dengan kriteria dan proporsi yang seharusnya. Dalam hal ini yang ditekankan agar pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan terlindungi dari kecurangan serta penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh orang dalam.
2.    Transparansi/Keterbukaan (Transparency)
Tranparansi adalah keterbukaan dalam melaksanakan suatu proses kegiatan perusahaan. Pengungkapan informasi kinerja baik ketepatan waktu maupun akurasinya (keterbukaan dalam proses, pengambilan keputusan, pengawasan, keadilan, kualitas, standarisasi, efisiensi waktu dan biaya). Dengan transparansi, pihak-pihak yang terkait akan dapat melihat dan memahami bagaimana suatu perusahaan dikelola.
3.    Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban atas pelaksanaan fungsi dan tugas-tugas sesuai dengan wewenang yang dimiliki oleh seluruh organ perusahaan termasuk pemegang saham. Akuntabilitas ini berkaitan erat dengan perencanaan yang telah disepakati bersama, dimana pelaksanaan dari kegiatan perusahaan harus sesuai dengan perencanaan dan tujuan perusahaan.
4.    Pertanggungjawaban (Responsibility)
Pertanggungjawaban adalah kesesuaian didalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Prinsip ini diwujudkan dengan kesadaran bahwa tanggung jawab merupakan konsekuensi logis dari adanya wewenang, menyadari akan adanya tanggungjawab sosial, menyadari penyalahgunaan kekuasaan, menjadi profesional dan menjunjung citra, dan memelihara lingkungan bisnis yang sehat.
5.    Keterbukaan dalam Informasi (Disclosure)
Disclosure adalah keterbukaan dalam mengungkapkan informasi yang bersifat material dan relevan mengenai perusahaan harus dapat memberikan informasi atau laporan yang akurat dan tepat waktu mengenai kinerja perusahaan. Hal tersebut terutama untuk perusahaan yang sudah go public, dimana pemegang saham sangat berkepentingan dengan informasi kinerja perusahaan tersebut berada. 
6.    Kemandirian (Independency)
Kemandirian adalah suatu keadaan dimana perusahaan bebas dari pengaruh atau tekanan pihak lain yang tidak sesuai dengan mekanisme korporasi. (Siregar, 2004)

1.3.        Faktor yang mempengaruhi GCG
Ada dua faktor dalam GCG yaitu faktor internal dan faktor eksternal:
a)    Faktor Internal
Maksud faktor internal adalah pendorong keberhasilan pelaksanaan praktek GCG yang berasal dari dalam perusahaan. Beberapa faktor dimaksud antara lain:
-              Terdapatnya budaya perusahaan (corporate culture) yang mendukung penerapan GCG dalam mekanisme serta sistem kerja manajemen di perusahaan.
-              Berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan perusahaan mengacu pada penerapan nilai-nilai GCG. 
-              Manajemen pengendalian risiko perusahaan juga didasarkan pada kaidah-kaidah standar GCG.
-              Terdapatnya sistem audit (pemeriksaan) yang efektif dalam perusahaan untuk menghindari setiap penyimpangan yang mungkin akan terjadi. 
-              Adanya keterbukaan informasi bagi publik untuk mampu memahami setiap gerak dan langkah manajemen dalam perusahaan sehingga kalangan publik dapat memahami dan mengikuti setiap derap langkah perkembangan dan dinamika perusahaan dari waktu ke waktu.
b)            Faktor Eksternal
·                     Pelaku dan lingkungan bisnis
Meliputi seluruh entitas yang mempengaruhi pengelolaan perusahaan, seperti business community atau kelompok-kelompok yang signifikan mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan, serikat pekerja, mitra kerja, supplier dan pelanggan yang menuntut perusahaan mempraktekkan bisnis yang beretika.
·                     Pemerintah dan regulator
Pemerintah dan badan regulasi berkepentingan untuk memastikan bahwa Perusahaan mengelola keuangan dengan benar dan mematuhi semua peraturan dan undang-undang agar memperoleh kepercayaan pasar dan investor.
·                     Investor
Meliputi semua pihak yang berkaitan dengan pemegang saham dan pelaku perdagangan saham termasuk perusahaan investasi. Investor menuntut ditegakkannya atau dijaminnya pengelolaan perusahaan sesuai standar dan prinsip-prinsip etika bisnis.
·                     Komunitas Keuangan
Meliputi semua pihak yang berkaitan dengan persyaratan pengelolaan keuangan perusahaan termasuk persyaratan pengelolaan perusahaan terbuka, seperti komunitas bursa efek, Bapepam-LK, US SEC dan Departemen Keuangan RI.

B.   CSR (Corporate Social Responsibility)
1.1. Definisi CSR (Corporate Social Responsibility)
Adalah suatu konsep atau tindakan yang dilakukan oleh perusahaan sebagai rasa tanggung jawab perusahaan terhadap sosial maupun lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada, seperti melakukan suatu kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar dan menjaga lingkungan, memberikan beasiswa untuk anak tidak mampu di daerah tersebut, dana untuk pemeliharaan fasilitas umum, sumbangan untuk membangun desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat banyak, khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada. Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan sebuah fenomena dan strategi yang digunakan perusahaan untuk mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan stakeholder-nya. CSR dimulai sejak era dimana kesadaran akan sustainability perusahaan jangka panjang adalah lebih penting daripada sekedar profitability perusahaan.

1.2.        Manfaat CSR
a)    Berikut ini adalah manfaat CSR bagi masyarakat:
-               Meningkatknya kesejahteraan masyarakat sekitar dan kelestarian lingkungan.
-               Adanya beasiswa untuk anak tidak mampu di daerah tersebut.
-               Meningkatnya pemeliharaan fasilitas umum.
-              Adanya pembangunan desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat banyak khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada.
b)    Berikut ini adalah manfaat CSR bagi perusahaan:
-               Meningkatkan citra perusahaan.
-               Mengembangkan kerja sama dengan perusahaan lain.
-               Memperkuat brand merk perusahaan dimata masyarakat.
-               Membedakan perusahan tersebut dengan para pesaingnya.
-               Memberikan inovasi bagi perusahaan.

1.3.        Faktor-faktor yang mempengaruhi Corporate Social Responsibility
Menurut Yusuf Wibisono dalam bukunya Membedah Konsep dan Aplikasi CSR (2007:7), implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) pada umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
a)    Komitmen pimpinannya
Perusahaan yang pimpinannya tidak tanggap dengan masalah sosial, jangan diharap akan memedulikan aktivitas sosial
b)    Ukuran dan kematangan sosial
Perusahaan besar dan mapan lebih mempunyai potensi member kontribusi ketimbang perusahaan kecil dan belum mapan.
c)    Regulasi dan sistem perpajakan yang diatur pemerintah
Semakin amburadul regulasi dan penataan pajak akan membuat semakin kecil ketertarikan perusahaan untuk memberikan donasi dan sumbangan sosial kepada masyarakat. Sebaliknya, semakin kondusif regulasi atau semakin besar insentif pajak yang diberikan, akan lebih berpotensi memberi semangat kepada perusahaan untuk berkontribusi kepada masyarakat.
1.4.        Bentuk CSR
1. Economic View of CSR
Economic View of CSR memandang tanggung jawab sosial sebuah perusahaan sesuai dengan apa yang menjadi tanggung jawab perusahaan tersebut, misalnya menghasilkan produk dan layanan yang memberikan manfaat kepada masyarakat luas dan juga segala hal yang berhubungan dengan tindakan dari sebuah perusahaan, seperti apakah dalam menghasilkan produknya, sebuah perusahaan telah melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Tanggung jawab tersebut terdiri dari 3 tingkatan, yakni apakah perusahaan tidak menimbulkan kerusakan, apakah perusahaan telah melakukan segala daya upaya untuk mencegah timbulnya kerusakan dan yang paling terakhir adalah apakah perusahaan selalu konsisten untuk melakukan kebaikan dan membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik.
2.    Philantropic Model of CSR
Filantropi dapat diartikan sebagai perwujudan dari rasa kasih sayang kepada sesama manusia yang berwujud sumbangan dalam bentuk uang, barang, atau karya lainnya bagi orang yang membutuhkan atau untuk tujuan-tujuan sosial lainnya. Filantropi dan program tanggung jawab perusahaan (CSR) memiliki spirit yang sama, yaitu memberikan empati kepada orang lain atas nama kemanusiaan. Dari sudut pandang ini, perusahaan tidak memiliki kewajiban untuk bekontribusi pada hal sosial tetapi menjadi hal yang baik jika dilakukan dan sesuatu yang dapat kita dorong.
3.    Social Web Model of CSR
Social Web Model of CSR ini mempunyai pendapat bahwa perusahaan dalam menjalankan bisnis mempunyai hubungan keterkaitan sebagai masyarakat, dimana perusahaan harus menjalankan tugas etika yang bersifat normatif dan memenuhi kewajiban yang harus dipenuhi. Perusahaan tidak hanya berkonsentrasi pada pertanggungjawaban terhadap bisinis yang dijalankan dan kewajiban akan tetapi model CSR ini memandang bahwa perusahaan juga mempunyai tanggung jawab terhadap karyawan yakni memberikan hak karyawan walaupun tidak terikat dengan hukum seperti hak karyawan mempunyai keselamatan dan kesehatan kerja, hak karyawan untuk privasi dan proses pekerjaan karyawan.

4.    Integrative Model of CSR
Integerative model of CSR memperluas wawasan bahwa perusahaan yang berbasis profit dapat juga memiliki tujuan sosial sebagai pusat dari misi strategis perusahaan. Dalam dua bidang khususnya, social entrepeneruship dan sustainability, Perusahaan mengintegrasikan antara profit dan tanggungjawab sosial. Dikarenakan perusahaan ini membawa tujuan sosial sebagai core business model, terintegrasi sepenuhnya antara tujuan ekonomi dan sosial, maka perusahaan ini dapat disebut dengan integerative model of CSR. Dalam pandangan ini berpendapat bahwa bisnis bergantung oleh society untuk keberlangsungan dan pertumbuhan bahkan eksistensi perusahaan tersebut sendirinya.

C.   Pertanyaan
1.     Bagaimana maksud dari standarisasi yang ada dalam faktor eksternal GCG?
2.     Apa perbedaan prinsip accountabiliy dan responsbility dalam prinsip-prinsip GCG?
3.     Apakah prinsip transparacy atau keterbukaan dapat membawa ke arah yang lebih baik?

Jawaban:
1. Standarisasi adalah aturan-aturan yang dibuat oleh pihak di luar perusahaan yang digunakan sebagai pedoman bagi perusahaan dalam menjalankan faktor eksternal dari GCG (Good Corporate Governance).
2. Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban atas pelaksanaan fungsi dan tugas-tugas sesuai dengan wewenang yang dimiliki oleh seluruh organ perusahaan termasuk pemegang saham. Akuntabilitas ini berkaitan erat dengan perencanaan yang telah disepakati bersama, dimana pelaksanaan dari kegiatan perusahaan harus sesuai dengan perencanaan dan tujuan perusahaan. Sedangkan, Pertanggungjawaban adalah kesesuaian didalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Prinsip ini diwujudkan dengan kesadaran bahwa tanggung jawab merupakan konsekuensi logis dari adanya wewenang, menyadari akan adanya tanggungjawab sosial, menyadari penyalahgunaan kekuasaan, menjadi profesional dan menjunjung citra, dan memelihara lingkungan bisnis yang sehat
3. Tranparansi adalah keterbukaan dalam melaksanakan suatu proses kegiatan perusahaan. Pengungkapan informasi kinerja baik ketepatan waktu maupun akurasinya (keterbukaan dalam proses, pengambilan keputusan, pengawasan, keadilan, kualitas, standarisasi, efisiensi waktu dan biaya). Dengan transparansi, pihak-pihak yang terkait akan dapat melihat dan memahami bagaimana suatu perusahaan dikelola. Sehingga dapat menimbulkan perkembangan bisnis ke arah yang lebih baik.

SUMBER:
Agoes, Sukrisno dan Cenik Ardana. 2013. Etika Bisnis dan Profesi Tantangan            Membangun Manusia Seutuhnya. Salemba Empat: Jakarta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) dalam Bisnis

KREDIT DAN HUKUM PERJANJIAN JAMINAN

Pajak dan Hukum Perpajakan dalam Bisnis