Subtitusi Daging Sapi ke Daging Kerbau
Subtitusi Daging
Sapi ke Daging Kerbau
Nama : Sugik Prastyo
NIM : 160321100049
Kelas : BMI (kelas A)
I.
Pendahuluan
Daging sapi merupakan salah satu komoditas yang
paling dicari masyarakat di pasaran. Kebutuhan akan daging sapi bagi masyarakat
sangat tinggi. Daging sapi mempunyai peran yang cukup besar dalam konteks
ketahanan pangan nasional. Sperti halnya dengan komoditas susu, daging unggas,
ikan dan telur. Daging sapi menjadi salah satu komoditas sumber protein yang
sangat dibutuhkan tubuh manusia untuk kesehatan dan pertumbuhan.
Daging
sapi merupakan komoditas daging yang disukai oleh konsumen Indonesia selain
daging ayam, daging kambing atau daging domba dan lain-lainnya. Alasan-alasan
konsumen menyukai daging sapi antara lain karena pertimbangan gizi, status
sosial, pertimbangan kuliner, selain itu tingkat kecernaan protein daging sapi
tinggal mencapai 95- 100% jika dibandingkan dengan tingkat kecernaan protein
tanaman yang hanya 65- 75%.
Disamping
rasanya yang enak dan khas, kandungan gizi daging sapi pun terbilang kaya
sehingga mampu memenuhi kebutuhan gizi manusia. Daging sapi termasuk salah satu
sumber esensial dari protein hewani dan lemak. Dagin sapi juga merupakan
pilihan utama konsumen, karena sudah jelas dalam pemasarannya daging sapi mudah
menembus pasar.
Masalah
yang dihadapi masyarakat pada kali ini adalah mahalnya harga daging sapi di
pasaran. Hal ini membuat pemerintah mencanangkan wacana subtitusi daging sapi
ke daging kerbau. Akan tetapi banyak hal menjadi permasalahan dalam wacana
tersebut. Oleh karena itu, dalam artikel ini akan membahas tentang permasalahan
yang ada dalam program “Subtitusi Daging Sapi ke Daging Kerbau” dan menemukan
penyelesaian masalah tersebut.
II.
Pembahasan
Dalam
kasus ini kita dihadakan dengan permasalahan daging sapi yang semakin hari
semakin mahal. Hal ini diperparah dengan adanya mafia daging sapi yang beredar
di masyarakat. Akan tetapi, mahalnya daging sapi biasanya tidak diimbangi
dengan pasokan daging baik. Akibatnya, banyak dari masyarakat yang menjual
daging yang harusnya tidak dijual atau sudah busuk.
Kesenjangan
antara permintaan dan produksi daging sapi lokal terjadi tiap tahun akibat
konsumsi yang terus meningkat. Konsumsi daging sapi meningkat dari 1,95
kg/kapita (2007) menjadi 2 kg/kapita (2008) dan 2,24 kg/ kapita (2009) sehingga
kebutuhan daging sapi dan jeroan meningkat dari 455.755 ton pada tahun 2008
menjadi 516.603 ton pada tahun 2009 (BPS dan Statistik Peternakan 2009).
Kebutuhan daging sapi yang terus meningkat dan produksi daging sapi lokal yang
masih berfluktuasi mendorong pemerintah untuk mengimpor daging dan sapi
bakalan.
Oleh
karena itu, pemerintah berusaha menutupi pasokan daging sapi yang kurang
tersebut dengan cara mengimpor daging sapi dari luar negeri. Selain mengimpor
daging sapi pemerintah juga berusaha mencoba berbagai cara untuk memmenuhi
pasokan daging, salah satunya dengan cara melakukan subtitusi daging sapi ke
daging kerbau. Sebenarnya, daging kerbau sudah dikenal masyarakat namun hanya
dikenal di daerah tertentu saja. Tujuan pemerintah menggunakan daging kerbau
karena ciri daging yang tidak jauh berbeda dengan daging sapi dan juga dapat
meningkatkan selera masyarakat terhadap daging kerbau.
Upaya
swasembada daging sangat relevan untuk ketahanan pangan dengan mengurangi impor
sampai 90% dari kebutuhan (Sudarjat 2003). Impor daging dimaksudkan untuk
mengisi kekurangan pasokan agar harga daging terjangkau oleh masyarakat.
Penetapan harga tertinggi bertujuan untuk melindungi konsumen, namun di sisi
lain dapat menjadi disinsentif bagi peternak untuk memelihara sapi. Tingginya
peningkatan konsumsi daging sapi setiap tahun perlu diikuti dengan upaya
peningkatan produksi daging antara lain dengan mengembangkan usaha peternakan
sapi (Akhmad 2010). Oleh karena itu, perlu ada target produksi dan konsumsi
yang seimbang agar swasembada daging sapi dapat terwujud.
Selain
itu, pengembangan kerbau untuk alternatif pengganti daging sapi atau bisa untuk
menutupi kekurangan daging sapi. Pengembangan ini dapat dimulai dengan cara
memperbaiki kualitas anakan dari induk kerbau. Hal ini juga tidak terlepas dari
pasokan pakan yang penuh nutrisi untuk kerbau maupun sapi. Maka dari itu, utuk
melancarkan program pemerintah tersebut perlu adanya penyuluhan-penyuluhan
terhadap peternak sapi maupun kerbau.
III.
Penutup
Daging sapi merupakan
komoditas daging yang disukai oleh konsumen Indonesia selain daging ayam,
daging kambing atau daging domba dan lain-lainnya. Alasan-alasan konsumen
menyukai daging sapi antara lain karena pertimbangan gizi, status sosial,
pertimbangan kuliner, selain itu tingkat kecernaan protein daging sapi tinggal
mencapai 95- 100% jika dibandingkan dengan tingkat kecernaan protein tanaman
yang hanya 65- 75%. Mahalnya daging sapi karena jumlah pasokan daging sapi
tidak sesuai dengan permintaan pasar.
Sebaiknya pemerintah
melakukan pengembangan kerbau untuk alternatif pengganti daging sapi atau bisa
untuk menutupi kekurangan daging sapi. Pengembangan ini dapat dimulai dengan
cara memperbaiki kualitas anakan dari induk kerbau. Hal ini juga tidak terlepas
dari pasokan pakan yang penuh nutrisi untuk kerbau maupun sapi. Maka dari itu,
utuk melancarkan program pemerintah tersebut perlu adanya penyuluhan-penyuluhan
terhadap peternak sapi maupun kerbau.
Akhmad R.L. 2010. Prospek Pengembangan
Ternak Sapi dalam Rangka Mendukung Program Swasembada Daging Sapi di Provinsi Sumatera
Utara. Sumatera Utara: Wartazoa
Rasali H. Matondang dan S. Rusdiana. 2013. Langkah-Langkah Strategis Dalam Mencapai Swasembada Daging
Sapi/Kerbau 2014. J. Litbang
Pertanian. No. 3 Vol. 32 Hal. 131-139
Komentar
Posting Komentar